Perubahanyang terjadi dalam situasi politik dunia telah merubah konstelasi politik dan menimbulkan kondisi ketidakpastian global. Meski demikian, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan, di tengah ketidakpastian ini Indonesia memiliki peluang untuk tetap mempertahankan posisinya. Stabilitas ekonomi yang telah dicapai saat ini, menurutnya, memberikan optimisme
BERLAYAR dan berlabuh dan berlayar lagi. Meniti buih, menunggang ombak. Itulah kehidupan para pelaut. Berjaya, bukan hanya di daratan, melainkan juga di lautan. Bukan cuma dalam hitungan puluhan tahun, melainkan sudah berabad-abad. Selama itu pula, pelabuhan-pelabuhan kuno Nusantara menjadi ajang pelayaran dan persinggahan antarbangsa dengan segala kepentingan, baik ekonomi maupun budaya, bahkan ketika pelabuhan-pelabuhan kuno itu berubah menjadi pelabuhan-pelabuhan modern dengan segala kekiniannya. Tetap saja, wilayah laut memegang peranan penting dalam perniagaan dunia. Ribuan pelabuhan di seluruh penjuru negeri ialah tempat menancapkan sauh. Ribuan kilometer alun samudra ialah jalan menjelajah lautan. Menjadikan laut sebagai pemersatu, lautan sebagai jembatan. Bukan pemisah. Sejarah mencatat kemaritiman bangsa Indonesia terjadi sejak masa migrasi bangsa Austronesia hingga masa kegemilangan Majapahit. Semangat bahari menjadi kekuatan yang maha dahsyat. Leluhur Nusantara telah berlayar ke segala lautan dan samudra, mulai hanya mengandalkan bintang-bintang penunjuk arah. Salah satu bukti terkuat yang menggambarkan perahu tradisional Nusantara pada masa Hindu-Buddha ialah relief-relief yang dipahat pada Candi Borobudur. Bentuk-bentuk perahu yang terdapat pada relief candi Borobudur antara lain perahu-perahu besar dengan layar lebar yang dapat memuat barang dagangan sampai ratusan ton dan penumpang sekitar dua ratus orang. Masih ada perahu-perahu kecil tanpa cadik atau yang disebut juga dengan perahu jukung, perahu lesung, perahu bertiang tunggal dengan cadik, perahu bertiang tunggal tanpa cadik, perahu dayung tanpa tiang, serta perahu bertiang ganda dengan cadik. Perkembangan bentuk perahu tradisional Nusantara pada masa ini banyak dipengaruhi dari perahu jung layar lebar dari Tiongkok. Setelah datangnya perahu jung dari Tiongkok, teknologi perahu Nusantara tidak hanya menggunakan cadik, tapi juga menggunakan layar lebar. Dalam satu bagian yang dipamerkan di Museum Bahari. Terdapat keterangan tentang kompas dengan 4, 8, atau 32 penjuru mata angin yang mempunyai kisah yang panjang. Semua bermula dari penemuan biji magnet oleh orang Tiongkok kuno, dan pengembangan kompas di Eropa. Pada awal abad ke-16, diketahui para pelaut Nusantara telah terbiasa menggunakan kompas dan peta. Orang Tiongkok kuno menemukan biji magnet yang diikatkan pada seutas tali. Hasilnya, ia akan selalu menunjukkan arah utara. Pada abad ke-12, para penjelajah Eropa berhasil membuat kompas dengan menggosokkan sebatang jarum pada biji magnet. Penemuan ini memicu perkembangan kompas hingga seperti bentuk modern saat ini. Pelaut Nusantara telah mengenal kompas sejak abad ke-15. Berdasarkan catatan Ludovico di Vathema pada 1506 dalam perjalanannya dari Pulau Kalimantan ke Jawa, ia melihat kompas digunakan nakhoda kapal yang ditumpanginya. Selain kompas, kapal tersebut mempunyai sebuah peta yang penuh dengan garis-garis panjang dan melintang sebagai alat navigasi pelayarannya. Bukti arkeologi Menurut arkeolog Soni Wibisono, kapal menduduki peranan penting dalam sejarah Indonesia. Temuan arkeologis membuktikan budaya penggunaan perahu di Nusantara sudah dikenal sejak masa prasejarah. Bukti-bukti dari adanya penggunaan perahu ini diketahui berdasarkan temuan arkeologis dalam bentuk gambar hiasan di periuk, pahatan atau goresan di batu, lukisan di goa, relief di nekara perunggu. Selain di Kalimantan, daerah-daerah tempat ditemukannya bukti-bukti arkeologi tersebut lebih banyak berasal dari kawasan Indonesia timur, seperti di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Flores, Maluku, Pulau Muna, Pulau Bali, dan Sumbawa. Berbagai macam jenis perahu yang digunakan pada masa prasejarah, antara lain perahu bercadik, perahu sampan, kora-kora dan perahu jukung. “Banyak temuan arkeologi yang membuktikan bahwa bangsa ini punya sejarah panjang dalam bidang maritim,” terang Soni. Pada zaman Majapahit, kapal juga menempati posisi sangat penting. Sebagai sebuah kerajaan besar pada abad 13-15 Masehi, Majaphit menguasai hampir seluruh Nusantara dan beberapa daerah di luar Indonesia serta memiliki perdagangan dan pelayaran yang begitu maju. Majapahit mempunyai kapal jung berbagai macam ukuran mulai dari kecil hingga besar. Besaran itu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perjalanan yang ditempuh. Perjalanan mencari rempah-rempah ke daerah Ambon, Sumbawa, Flores, dan lain-lain. Perahu yang digunakan adalah perahu jung besar dengan bobot ratusan ton. Sedangkan pelayaran dalam wilayah sekitar Pulau Jawa menggunakan perahu jung kecil atau perahu jukung. Begitu pun Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan yang berpusat di Sumatra Selatan itu juga menguasai lautan. Sriwijaya dikenal sebagai negara maritim yang disegani pada abad ke-7 M. Kerajaan Sriwijaya menguasai Selat Malaka. Perahu Sriwijaya memiliki bentuk jung yang memiliki bobot hingga ratusan ton. Bahkan, pembuatan perahu Sriwijaya tidak menggunakan paku besi, tetapi hanya menggunakan pasak kayu. Jenis perahu lain dari masa Kerajaan Sriwijaya ialah perahu lesung, yaitu perahu yang terbuat dari satu balok kayu besar dan panjang yang dilubangi di bagian tengahnya. Jenis-jenis perahu lesung dari masa Kerajaan Sriwijaya ini antara lain perahu lesung yang sangat sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu lesung yang dipertinggi tanpa cadik. Perahu-perahu ini ada yang dilengkapi dengan tiang tunggal dan ada pula yang dilengkapi dengan tiang ganda. M-2
Dicontohkannya dalam dua hingga tiga tahun ke depan pelabuhan-pelabuhan di bawah naungan IPC nantinya bakal dikelola secara fully otomatic dengan memanfaatkan sistem kerja robotik. Crane-crane dan truk-truk pengangkut di terminal ke depan bakal beroperasi secara otonom dengan berdasarkan kendali remote jarak jauh atau pola perencanaan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Awal Kemaritiman. Sejarah kemaritiman maritime sudah dimulai sejak tahun lalu. Catatan sejarah itu terbukti dari tulisan hireoglif tulisan Mesir kuno di dinding Piramid. Raja Sahura referensi lain Sahure adalah raja besar Mesir kuno yang terkenal, jauh sebelum Raja Firaun Pharaoh memerintah. Pada masa Raja Sahura 2600-2500 Sebelum Masehi, telah dilakukan penjelajahan maritim laut Mediterania. Untuk diketahui, Raja Firaun hidup antara 1800-1700 SM, ketika Yusuf Joseph menjadi wakilnya walinya. Jadi, sekitar 800 tahun sebelum Yusuf menjadi wali negeri, Mesir sudah menjadi negara maritim besar di wilayah perairan laut Mediterania. Wilayah Italia, Perancis, Yunani dan negara-negara lain di sekeliling laut Mediterania masih belum memiliki aksara tulisan. Bisa dikatakan daerah sekeliling laut Mediterania masih primitif. Mesir sudah memiliki kemampuan rekayasa sipil dan kemaritiman canggih. Saat itu Mesir adalah negara super power dunia. Sebagai negara super power, ekspedisi maritim adalah keniscayaan. Ekspedisi sangat dibutuhkan pada sekitar tahun lalu untuk memperoleh sumber daya alam SDA dan sumber daya manusia SDM. SDA utama saat itu adalah emas, tembaga, besi, perak dan permata. Negara mitra perdagangan adalah Suriah kuno Syria. Pelabuhan di Suriah menyediakan semua bahan-bahan produksi bangsa-bangsa daratan dari Persia,SDM dibutuhkan untuk menjadi tenaga pelayan budak bangsawan Mesir dan budak dalam buku "Ancient Egyptian Sea Power" menceriterakan jenis kapal ekspedisi Raja Sahura. Kapal-kapal untuk ekspedisi Laut Mediterania dan kapal perang berukuran panjang 15 m meter, dilengkapi 20 pengayuh. Kapal berukuran 27 m memiliki 52 pengayuh, sementara kapal dengan panjang 38 m dilengkapi 80 pengayuh. Jenis jenis panjang untuk mengarungi perairan yang berbeda. Ada yang di laut Mediterania, ada yang di sungai Nil, dan ada yang buat laut Merah Red sea.Selain Mesir, bangsa Phoenician Indonesia Fenisia, yang merupakan bangsa Yunani kuno, adalah penjelajah laut Mediterania lainnya. Bangsa Fenisia ini kemudian menjadi Kerajaan Makedonia Macedonian Empire sekitar 400-300 SM. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan saat Raja Alexander Agung berkuasa. Pada masa kini, yang tersisa dari kerajaan Makedonia adalah negara Yunani Greece. Namun demikian, sampai abad 21, bangsa Yunani masih menjadi negara maritim terbesar dibidang pelayaran. Jumlah armada kapal komersialnya masih yang terbesar didunia, 170 juta DWT dead weight ton. Jepang di peringkat kedua dengan 147 juta DWT. Yang mengagumkan, sejak kerajaan Romawi menguasai Eropa selama 400 tahun dan dilanjutkan sampai kerajaan Byzantium Romawi Timur, kapal-kapal dagang Yunani adalah tulang punggung ekonomi kerajaan-kerajaan yang menarik tentang pelaut Yunani. Om saya yang pelaut Kapten kapal LNG berbendera Vietnam bernah bercerita setiap pelaut Yunani wajib hafal 12 rasi bintang mitologi dan beberapa rasi bintang arah bumi. Itu adalah keterampilan paling utama bagi mereka. Bahkan sampai saat ini, dimana kompas dan GPS global positioning system menjadi alat bantu navigasi utama, kurikulum pendidikan untuk pelautnya masih ada pelajaran tersebut. 1 2 3 Lihat Otomotif Selengkapnya
PerrtemuanMenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Wang Yi di Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (14/1/2021).
ArticlePDF Available AbstractThe purpose of this paper is to examine the vision of Indonesia as a maritime axis of the world. This vision is important, in addition to its worldwide scale content, and also directly addressed by the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo at the East Asia Summit in Nay Pyi Taw, Myanmar on November 13, 2015. This vision is increasingly important because there are still many of our marine problems, particularly those relating to security and economic issues, are suspected to weaken that vision. Using heuristic technique and eclectic method, philosophical study of this qualitative descriptive type will center on the President's speech and the national newspaper coverage of maritime problems, which likely raises the ethical problems of nation and state. As a result, Indonesia's vision as a maritime axis of the world should be manifested with a critical note. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. 211Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017KEMARITIMAN INDONESIA SEBUAH KAJIAN KRITIS INDONESIAN MARITIME A CRITICAL STUDY Wahyu WibowoUniversitas Nasionalkangbowie purpose of this paper is to examine the vision of Indonesia as a maritime axis of the world. This vision is important, in addition to its worldwide scale content, and also directly addressed by the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo at the East Asia Summit in Nay Pyi Taw, Myanmar on November 13, 2015. This vision is increasingly important because there are still many of our marine problems, particularly those relating to security and economic issues, are suspected to weaken that vision. Using heuristic technique and eclectic method, philosophical study of this qualitative descriptive type will center on the President’s speech and the national newspaper coverage of maritime problems, which likely raises the ethical problems of nation and state. As a result, Indonesia’s vision as a maritime axis of the world should be manifested with a critical penulisan ini adalah untuk mengkaji visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Visi ini menjadi penting, selain karena muatannya yang bersifat mondial, juga dipidatokan secara langsung oleh Presiden RI Joko Widodo di Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015. Visi ini semakin penting karena masih banyak problem kelautan kita, terutama yang berkaitan dengan masalah keamanan dan perekonomian, yang ditengarai akan melemahkan visi tersebut. Melalui metode heuristis dan eklektik, kajian losos berjenis deskriptif kualitatif ini akan berpusat pada pidato Presiden dan pemberitaan surat kabar nasional tentang problem kemaritiman, yang berpeluang memunculkan problem etis berbangsa dan bernegara. Hasilnya, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia harus tetap diwujudkan dengan catatan maritime; Indonesia as the world’s maritime axis; East Asia Summit; heuristic; eclectic; philosophical studyKata Kunci kemaritiman; Indonesia poros maritim dunia; KTT Asia Timur; heuristis;eklektik; kajian losos 212Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017PENDAHULUANBagaimana membaca Indonesia akhir-akhir ini melalui pemberitaan surat kabar? Gunakanlah kacamata etika berbangsa dan bernegara. Jika etika dipahami sebagai pengkajian kritis tentang baik-buruknya tindakan manusia sebagai manusia bdk. Thiroux, 2012, setidaknya dapat dilihat bahwa akhir-akhir ini masyarakat Indonesia ditengarai tengah mengalami kemerosotan dalam hal memahami nilai-nilai berbangsa dan bernegaranya. Kemunculan pelbagai problem etis terkait dengan isu-isu hak asasi manusia, demokratisasi, dan lingkungan hidup adalah contohnya. Dalam hal isu demokratisasi, ujaran kebencian berintikan SARA yang disampaikan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, misalnya, setidaknya dapat dijadikan gambaran konkret bahwa masyarakat kita membutuhkan semacam perekondisian terhadap nilai-nilai berbangsa dan bernegara. Tanpa hal ini, selain akan meretakkan rasa persatuan bangsa, juga akan menghambat lajunya perekomian nasional. Problem etis ini, andai lebih disimak, sebenarnya sudah berulang-ulang dijadikan objek material penelitian para ilmuwan manajemen transportasi dan logistik. Melalui objek formal tertentu masing-masing, penelitian Kadarisman 2015, contohnya, “Transportation System and Human Need in a Family”, menegaskan bahwa ketidakberesan dan ketidakbecusan pengaturan lalu lintas di Kota Depok amat berdampak pada pemanasan global. Sementara itu, contoh lain, penelitian Sitorus et al 2016, “Peningkatan Jaringan Transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dalam Mendukung Aksesibilitas Wilayah”, menjelaskan bahwa pengembangan transportasi jalan memang merupakan prioritas Pemprov Kalimantan Timur, namun belum menunjukkan hasil yang optimal. Kedua contoh ini, tentu dapat menyiratkan bahwa perekondisian terhadap nilai-nilai berbangsa dan bernegara memang niscaya untuk dilakukan, mengingat dampaknya dalam pembangunan di bidang transportasi dan tersebut juga dapat direlevansikan dengan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Akan tetapi, perelevansiannya harus dilakukan secara cermat, mengingat visi tersebut dikumandangkan oleh Presiden Joko Widodo di depan forum Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015. HASIL DAN PEMBAHASANPertanyaan kritisnya, mengapa sebuah organisasi bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI membutuhkan visi kelautan? Para pakar manajemen tentu mudah menjawabnya. Sejak 1967, Philip Kotler, misalnya, melalu karyanya yang melegenda, Marketing Management, bahkan sudah mengatakan bahwa sebuah organisasi memang amat membutuhkan visi untuk menggambarkan nilai-nilai dan aspirasi masa depannya. Visi ini, yang pada umumnya berbentuk pernyataan-pernyataan tentang tujuan organisasi atau perusahaan, diekspresikan melalui produk dan pelayanan yang ditawarkan. Akan tetapi, dalam konteks ini, para pakar manajemen tersebut cenderung tidak mengaitkannya dengan eksistensi hidup manusia. Oleh karena itu, secara losos dapat ditegaskan bahwa visi wawasan ke depan adalah hakikat kehidupan manusia itu sendiri, bertalian dengan dicapainya kebenaran melalui logika, kebaikan melalui etika, dan keindahan melalui estetika bandingkan Baggini, 2013. Sementara itu, kelautan atau hal-ihwal tentang laut, memang identik dengan ungkapan yang diinformasikan dalam lagu berjudul, “Nenek Moyangku”. Ketiga hal tersebut, yaitu kebenaran, kebaikan, dan keindahan, dengan demikian dapat direlevansikan dengan visi Indonesia 213Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017sebagai poros maritim dunia, sebagaimana dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di depan forum Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015.“Saya memilih forum ini untuk menyampaikan gagasan saya tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia dan harapan saya tentang peran KKT Asia Timur ke depan. Bagi Indonesia, KTT Asia Timur berperan penting bagi keamanan, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di kawasan. Indonesia akan menjadi poros maritim dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudra, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa. Untuk menjadi negara maritim, oleh karena itu infrastruktur antarpulau dan sepanjang pantai di setiap pulau harus dibangun dan dikembangkan. Jalan antarpulau itu harus benar-benar dapat direalisasikan untuk mempercepat transportasi antarpulau di Indonesia.” Detikcom, 11/06/2014; WIB.Demi mewujudkan visi tersebut, agar manusia Indonesia dapat meraih kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidupnya, Presiden Joko Widodo melalui pidatonya mengungkapkan, “KTT Asia Timur berperan penting bagi keamanan, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di kawasan. Oleh karena itu Indonesia akan menjadi poros maritim dunia, mengingat kekuatan bangsa kita yang mampu mengarungi dua samudra.” Ungkapan ini dikonkretkannya melalui agenda lima pilar yang secara heurestik dan eklektik dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, pembangunan kembali budaya maritim. Menurut Presiden Joko Widodo, sebagai “pemilik” 17 ribu pulau bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sendiri sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya amat ditentukan oleh bagaimana mengelola yang diungkapkan melalui jenis ungkapan konstatif pernyataan itu, memperlihatkan bahwa visi Presiden Joko Widodo tidak beredar di ruang kosong tanpa makna. Dalam perspektif Filsafat Bahasa, menurut Wibowo 2016, ungkapan konstatif adalah jenis ungkapan bahasa yang melukiskan suatu keadaan faktual, atau peristiwa nyata, yang oleh karena itu memiliki konsekuensi untuk ditentukan benar-salahnya berdasarkan hubungan faktual antara si penutur dan fakta sesungguhnya. Berimplikasi dengan hal ini, istilah konstatif itu sendiri dapat pula digunakan untuk mendeskripsikan semua pernyataan yang dapat dikaji benar-salahnya melalui faktanya, baik yang dialami langsung atau tidak langsung oleh si pengkajinya. Dengan demikian, untuk menilai benar-salahnya ungkapan konstatif Presiden Joko Widodo, terlebih dahulu faktanya juga harus diselidiki dan dibuktikan. Oleh karena itu, dalam perspektif historis, fakta tersebut dapat dikelindankan dengan masa kejayaan maritim yang telah diupayakan kerajaan-kerajaan di Nusantara, seperti Sriwijaya dan Majapahit, ketika menjadikan Nusantara sebagai poros maritim dunia. Kejayaan tersebut, yang pada hakikatnya berupa perindahan etos dari agraria ke lautan, berawal ketika kerajaan-kerajaan di Nusantara mulai memanfaatkan laut untuk mengangkut pelbagai hasil bumi ke wilayah Nusantara dan juga ke India, Afrika, dan China. Pelbagai temuan arkeologis di sejumlah negara di Asia dan Afrika telah menunjukkan bahwa bangsa Nusantara, alias nenek moyang kita, memang orang pelaut. Melalui temuan tersebut, ribuan tahun lalu nenek moyang kita terbukti telah memiliki ilmu kemaritiman, berupa teknologi navigasi dan perkapalan, yang dapat membawa mereka menyeberangi Samudra Hindia, Semenanjung India, bahkan sampai ke Timur Tengah dan Afrika. Dari temuan itu saja, boleh ditafsirkan nenek moyang kita yang orang pelaut itu telah mampu mengelola wilayah darat, pesisir, dan laut secara integratif. Penafsiran ini boleh dilanjutkan, 214Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017sebagaimana telah dinyatakan, nenek moyang kita telah menjadikan Nusantara sebagai poros maritim dunia. Hal itulah yang kiranya memicu ungkapan konstatif Presiden Joko Widodo “Negara kita adalah laut. Yang namanya perhatian pada kemaritiman harus diberikan. Dulu, ingat ndak zaman Kerajaan Sriwijaya berjaya, maritimnya dikenal banyak orang di dunia karena armada lautnya. Kita harus kembalikan itu dong.” Ungkapan konstatifnya ini diucapkan di Balai Kota, pada 14 Agustus 2014, yakni ketika dirinya dinyatakan telah terpilih sebagai Presiden RI periode 2014-2019 14/08/2014; WIB. Setelah resmi menjadi Presiden RI, tak heran jika Joko Widodo kemudian menggencarkan program tol laut, yakni sistem distribusi barang menggunakan kapal berkapasitas besar dari satu ke lain pelabuhan. Presiden Joko Widodo yakin, dengan tol laut perekonomian rakyat akan kian meningkat, karena selain akan menurunkan harga di daerah terpencil, juga sekaligus akan menggali potensi bahwa nenek moyang kita orang pelaut sejak ribuan tahun lalu, terkait dengan temuan arkeolgis tersebut, dalam konteks ini dapat diperiodisasikan berdasarkan masa kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara sebagai berikut Kutai abad ke-4, Sriwijaya tahun 600-an hingga tahun 1000-an, Majapahit 1239-1500, Ternate 1257, Samudra Pasai 1267-1521, dan Demak 1475-1548. Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit tercatat dalam sejarah sebagai kerajaan Nusantara yang paling menonjol, selain karena dikenal sebagai kerajaan adidaya, juga karena mampu menanamkan jiwa kemaritiman kepada rakyatnya. Sebagaimana dicatat sejarah, Kerajaan Sriwijaya pada zaman kejayaannya diketahui telah memiliki pelabuhan berskala internasional, sehingga mampu menguasai perdagangan dan pelayaran di wilayah barat Indonesia hingga ke Semenanjung Malaya. Sementara itu, Kerajaan Majapahit diketahui telah memiliki armada yang besar, yang berperan melindungi jalur perdagangan laut sebagai jalur utama perdagangan di sepanjang wilayah laut Nusantara hingga di kawasan sekitarnya. Zaman keemasan Kerajaan Majapahit terjadi pada saat pemerintahan Hayam Wuruk alias Rajasanagara 1350-1389. Dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada, Kerajaan Majapahit berhasil menguasai seluruh kepulauan Nusantara dan jazirah Malaka. Sebagai contoh, aktivitas perdagangan dan pelayaran Kerajaan Ternate pada saat itu terintegrasi dengan kemaritiman Kerajaan Majapahit. Keberhasilan Gajah Mada, berpijak dari Amukti Palapa Sumpah Palapa, yaitu sumpah Gajah Mada sendiri menolak makan palapa garam dan rempah-rempah sebelum Majapahit dapat menguasai seluruh Nusantara. Sumpahnya itu, yang dapat dimaknai sebagai mutih atau hanya makan nasi saja, diucapkan Gajah Mada sejak kekuasaan Kerajaan Majapahit masih dipegang Sri Ratu Tri Buana Tungga Dewi 1328-1350. Pada masa Sri Ratu, yang tak lain adalah ibu Hayam Wuruk, menurut Soekmono 2015 Majapahit baru berhasil menguasai Bali dan Gajah Mada sendiri masih menjabat patih di Kerajaan Daha. Berpijak dari hal ini, fakta historis tentang kejayaan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit dapat dinyatakan berkelindan dengan ungkapan konstatif Presiden Joko Widodo, sehingga ungkapan “pembangunan kembali budaya maritim” dapat dikatakan sebagai pernyataan yang sungguh-sungguh. Dalam penegasan lain, kesungguhan ungkapan tersebut dapat dilihat pada pertalian antara ungkapan “visi Indonesia sebagai poros maritim dunia” dan pernyataan “oleh karena itu harus diwujudkan dengan langkah awal melalui pembangunan kembali budaya maritim”.Kedua, komitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai 215Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017ujung tombak. Komitmen tersebut, oleh Presiden Joko Widodo diungkapkan melalui jenis ungkapan performatif deklaratif berikut ini “Kekayaan maritim kami akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat kami.” Ungkapan performatif itu sendiri adalah ungkapan yang berimplikasi dengan layak-tidaknya, wajar-tidaknya, atau berbahagia-tidaknya si penutur ketika mengungkapkan kata-kata atau kalimat Wibowo, 2016. Patut segera disadari, sebuah ungkapan performatif sukar dikaji salah-benarnya, mengingat pertalian eratnya dengan kewenangan dan kelayakan si penuturnya. Dengan perkataan lain, ungkapan performatif bukan ditentukan benar-salahnya berdasarkan faktanya, melainkan lebih ditentukan berdasarkan layak-tidaknya atau konsekuen-tidaknya peran dan perilaku si penutur terhadap isi ungkapannya. Dalam penegasan lain, ungkapan performatif sejatinya akan mencerminkan bahwa si penutur melaksanakan kata dan sekaligus perbuatan. Melalui ungkapan performatifnya, oleh karena itu seseorang bukan hanya menginformasikan sesuatu, melainkan juga melakukan perbuatan sebagaimana yang diungkapkannya. Dalam kaitan dengan kajian ini, Joko Widodo penutur berupaya mempresentasikan kelayakannya sebagai presiden, melalui informasi bahwa ia akan menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut. Konkretisasi dari informasinya ini, menurut pidatonya tersebut, akan dilakukan melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai ujung tombak. Adanya satu kata dan perbuatan yang tercermin dari pidato Presiden Joko Widodo, agar manusia Indonesia dapat meraih kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidupnya, setidaknya dapat lebih dibuktikan melalui pemberitaan media massa berikut Joko Widodo meminta semua menteri dan kepala daerah terbuka dan berani menggunakan teknologi dalam mengembangkan pontensi kemaritiman. Terbosan dan strategi yang baik akan membuat potensi ekonomi bisa menyejahterakan rakyat. “Nelayan-nelayan kita jangan terus diajak bekerja dengan pola-pola lama. Harus berani kita loncatkan ke dunia lain. Sudah berapa puluh tahun kita urusan cantrang. Setiap tahun urusan cantrang, setiap tahun urusan cantrang. Enggak habis-habisnya kita ngurusi cantrang, sehingga melupakan strategi besar menuju ke tempat lain yang memiliki nilai tambah yang lebih baik,” ujar Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di pembukaan rapat kerja koordinasi bidang kemaritiman di Jakarta, Kamis 4/5/2017. Hadir dalam acara itu Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pariwisata Arief Yahya, serta beberapa ketua lembaga negara, seperti Ketua MPR Zulkii hasan, dan Ketua DPD Oesman Sapta Odang “Maritim Masih Butuh Terobosan Pelarangan Penggunaan Cantang Ditunda”, Kompas, 5/5/2017; dengan infrastruktur maritim, Presiden Joko Widodo, di dalam pemberitaan Kompas 5/5/2017; menyatakan kegembiraanya mendengar laporan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahwa harga-harga barang telah turun sekitar 20-25 persen. Menurut Pandjaitan, hal tersebut terjadi setelah pembangunan 30 titik logistik di wilayah Indonesia timur dan barat melalui program tol laut. Menurut Presiden Joko Widodo, harga-harga komoditas akan lebih rendah lagi, jka rute dan trayek tol laut dibuka lebih banyak. Presiden juga mengharapkan, pengembangan kapasitas pelabuhan segera diselesaikan. Dengan demikian, kapal-kapal besar dengan 216Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017kapasitas lebih dari TEU bisa merapat di pelabuhan-pelabuhan Indonesia, sehingga tidak diperlukan tanshipment melalui negara lain, yang membuat biaya distribusi menjadi tidak esien. Dalam konferensi pers, di acara yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga secara tegas memastikan pemberlakuan larangan cantrang alat penangkat ikan yang fungsi dan bentuknya mirip trawl di seluruh Indonesia akan ditunda hingga 31 Desember 2017. Menurut Pudjiastusi, selama masa penundaan itu akan dilakukan transisi penggantian ke alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Pelarangan cantrang, termasuk pukat hela, pukat tarik, dogol, dan arad diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan No. 71/2016 tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan NKRI. Ungkapan performatif Presiden Joko Widodo, yang berkelindan dengan kewenangan dan kelayakan dirinya selaku presiden, sebagaimana telah dijelaskan, tercermin melalui ucapannya, “Kekayaan maritim kami akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat kami.” Ucapannya ini, terkait dengan komitmennya mengelola sumber daya laut yang berfokus pada kedaulatan pangan, dalam perspektif Filsafat Bahasa disebut bersifat verdiktif. Sifat verdiktif ini ditandai oleh adanya keputusan “ya atau tidak” perhatikan “akan digunakan...” yang bermakna bisa tidak atau bisa ya. Akan tetapi, berkat performasi Presiden Joko Widodo, keputusan verdiktif tersebut dapat diandaikan bukanlah keputusan yang merugikan rakyat. Pengandaian ini juga dapat dihubungkan dengan pemberitaan surat kabar tentang kesungguhan Presiden Joko Widodo ketika memimpin rapat koordinasi bidang kemaritiman, sebagaimana telah komitmen dalam mendorong pengembangan infrastruktur dan koneksivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, industri perkapalan, dan dan pariwisata tentang pariwisata kemaritiman digarisbawahi Presiden Joko Widodo melalui tindak tuturnya yang bersifat komisif dalam melanjutkan atau mempertahankan gelar Hari Nusantara setiap tanggal 13 Desember. Dalam perspektif Filsafat Bahasa, tindak tutur komisif commissives adalah tindak tutur yang ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan yang menyebabkan si penutur melakukan sesuatu Wibowo, 2016. Sementara itu, Hari Nusantara itu sendiri, yang ditetapkan sejak pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui Keppres No. 126/2001, bertalian dengan Deklarasi Djoeanda 13 Desember 1957 yang merupakan ikrar bangsa Indonesia untuk mewujudkan kesatuan wilayah Nusantara terkait dengan negara kepulauan. Pada 1982, berdasarkan Pasal 58 UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea, konvensi PBB tentang hukum laut, Indonesia ditetapkan sebagai negara kepulauan. Mengingat aspek kemaritiman menjadi garis bawah, Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah dalam hal gelar Hari Nusantara membuat paket wisata kemaritiman terpadu dengan tujuan pengembangan kepariwisataan nasional yang menitikberatkan pada destinasi laut, pantai, dan pulau kecil. Dengan panjang pantai kilometer data mutakhir Badan Informasi Geospasial, dan dengan potensi sumber daya kelautan sebesar 3000 triliun rupiah per tahun yang belum tergarap secara maksimal, NKRI memang berpeluang menjadi poros maritim dunia. Oleh karena itu, paket tersebut tentu membutuhkan kapal pesiar untuk berkeliling Nusantara yang ditunjang oleh perahu-perahu tradisional. Implikasi dari hal di atas, membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan merupakan kenyataan komisif yang mesti diwujudkan pemerintah. Bersisian dengan hal ini, pemerintah juga 217Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017sudah mempersiapkan 14 kawasan industri strategis, di antaranya di Kuala Tanjung alumunium, Lombok karet, dan Palu rotan, karet, kakao, dan smelter. Telah menjadi target pemerintah, pada 2019 Indonesia akan dibanjiri oleh 20 juta wisatawan mancanegara dan 270 juta wisatawan domestik. Secara fenomenologis, dapat dipahami jika kemudian pemerintah menaikkan tarif penyeberangan sebesar 11-12 persen mulai 15 Mei 2017, sebagaimana diberitakan Kompas 6/11/2017; tarif dilakukan untuk meningkatkan layanan kepada konsumen, baik kenyamanan maupun keselamatan,” ujar Direktur Angkutan dan Multimoda Dirjen Perhubungan darat Kementerian Perhubungan Cucu Mulyana, di Jakarta, Jumat 5/5/2017.Selaras dengan hal di atas, kekuatan armada pelayaran niaga dan perikanan dapat digarisbawahi sebagai ujung tombak dan tolok ukur keberhasilan pembangunan industri maritim nasional. Oleh karena itu, pemerintah harus sigap untuk segera menerapkan kebijakan insentif kredit dan pajak untuk pengadaan, pengoperasian, dan pemeliharaan kapal, sekalipun telah memiliki Inpres No. V/2005 dan UU tentang melakukan diplomasi maritim dengan mengajak semua mitra Indonesia bekerja sama pada bidang itu, oleh Presiden Joko Widodo diungkapkan dalam pidatonya tersebut melalui jenis ungkapan perfomatif yang bersifat ilokutif sebagai berikut “Oleh karena itu, bersama-sama kita harus menghilangkan sumber konik di laut, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut.” Sifat ilokutif dalam suatu ungkapan bahasa, dalam perspektif Filsafat Bahasa, berupa tindak tutur penutur yang hendak menyatakan sesuatu dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat si penutur itu bertindak sesuai dengan apa yang dituturkannya Wibowo, 2016. Daya khas Presiden Djoko Widodo “bersama-sama menghilangkan sumber konik di laut”, di tengah langkahnya mengejawantahkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, dicerminkan melalui pemberitaan surat kabar mengenai penangkapan kapal keruk asal China, yaitu MV Chuan Hong 68, berbobot ton, di perairan Panggararang, Johor Timur, Malaysia. Kapal keruk itu ditangkap berdasarkan kerja sama antara tim Lamtamal IV TNI AL dan Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia. “Saya sudah menghubungi Duta Besar Malaysia pada 4 Mei untuk meminta kerja sama Pemerintah Malaysia agar dapat menyerahkan MV Chuan Hong 68 ke Indonesia,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, seperti dikutip Kompas 6/5/2017; MV Chuan Hong 68 diduga kuat mengangkat bangkai kapal tenggelam berusia puluhan tahun di perairan Indonesia. Jumlah badan kapal yang berhasil diangkat ditaksir mencapai ton besi. Pelanggaran yang dilakukan MV Chuan Hong 68, selain tidak memiliki izin pengerukan laut, juga terkait dengan tidak memiliki izin operasi di wilayah teritorial Indonesia, tidak dilengkapi dengan surat persetujuan berlayar, dan tidak menyalakan sistem identikasi otomatis AIS kapal. Dengan jenis pelanggaran sebanyak ini, MV Chuan Hong 68 terindikasi melanggar UU tentang Pelayaraan, UU tentang Cagar Budaya, dan UU No. 6/2011 tentang Keimigrasian dan KUHP. Daya khas ilokutif Presiden Djoko Widodo juga dapat dipertalikan dengan konik Laut China Selatan, yang berpeluang memunculkan sensitivitas dalan hubungan internasional di wilayah laut. NKRI memang bukan negara pengklaim di Laut China Selatan, akan tetapi Indonesia harus tetap cermat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di Zona Ekonomi Eksklusif ZEE. Hal ini berarti, NKRI tidak berhak 218Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017mengganggu kedaulatan negara lain di Laut China Selatan, atau sebaliknya, tidak satu pun negara di wilayah tersebut yang boleh mengganggu kedaulatan NKRI. Sebagaimana dicatat sejarah, Laut China Selatan merupakan salah satu dari lima jaringan perdagangan commercial zone yang diakui duia sejak abad ke-14. Jaringan perdagangan Laut China Selatan berada di wilayah laut pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Sementara itu, keempat jaringan perdagangan lainnya adalah jaringan perdagangan Teluk Bengali pesisir Coromandel di India Selatan, Sri Lanka, Myanmar, dan pesisir utara dan barat Sumatera, jaringan perdagangan Selat Malaka, jaringan perdagangan Laut Sulu pesisir barat Luzon, Mindano, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan, dan jaringan perdagangan Laut Jawa Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Menjadi wajar Indonesia menjadi gusar ketika coast guard milik AL China menabrak kapal KP Hiu 11 milik TNI AL di perairan Natuna pada 19 Maret 2016. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, coast guard China itu hendak menghalang-halangi KP Hiu 11 yang tengah melakukan penangkapan terhadap KM Kway Fey 10078 kapal penangkap ikan berbendera China yang diduga melakukan illegal shing 20/03/2016; WIB. Menanggapi protes Indonesia, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, menegaskan bahwa KM Kway Fey 10078 memang berasal dari China. Akan tetapi, kapal itu sedang mencari ikan di lokasi insiden perairan Natuna, tepatnya di lokasi penangkapan ikan tradisional, yang sebenarnya masih berada di wilayah China. Jadi, menurut Hua, wajar jika coast guard China datang menolong KM Kway Fey 10078 dengan menabrak KP Hiu 11 kompasiana, 01/104/2016; WIB.Daya khas Presiden Djoko Widodo, yang dicerminkan melalui ungkapan perfomatifnya yang bersifat ilokutif, yaitu “bersama-sama menghilangkan sumber konik di laut”, dalam insiden KM Kway Fey 10078 tampak ditafsirkan secara perlokutif oleh media online tersebut kompasiana. Dalam perspektif Filsafat Bahasa Wibowo, 2016, tindak perlokusi adalah efek tindak tutur si penutur bagi mitra tuturnya. Dalam penegasan lain, bila tindak ilokusi lebih menekankan pada peranan si penutur, pada tindak perlokusi yang ditekankan adalah bagaimana respons dan efek yang muncul dari mitra bicara. Ketika menulis berita insiden tersebut, daya perlokutif penulis media online tersebut menggarisbawahi bahwa Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri sebatas hanya mengecam keras pelanggaran wilayah perairan Indonesia. Oleh karena itu, dalam kaitan ini, boleh dipertegas juga secara perlokutif bahwa penulisan berita insiden semacam itu, selain berpeluang melemahkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, juga menegaskan betapa pentingnya penggunaan kaidah jurnalistik yang benar dalam penulisan berita semacam itu. Mengabaikan hal ini, pada waktunya akan mengganggu etos persatuan bangsa di dalam kehidupan berbangsa dan membangun kekuatan pertahanan maritim mengingat Indonesia adalah negara yang menjadi titik temu dua samudra. Oleh Presiden Joko Widodo, hal ini diungkapkan secara performatif melalui pernyataan yang bersifat eksersitif “Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim, melainkan juga sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.”Dalam perspektif Filsafat Bahasa, tindak tutur eksersitif merupakan tindak tutur yang mengindikasikan adanya kekuasaan, hak, atau pengaruh dalam diri si penutur Wibowo, 2016. Dengan demikian, kekuasaan dan pengaruh Presiden Joko Widodo terkait dengan 219Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017ungkapan eksersitifnya, yaitu “...juga sebagai bentuk tanggung jawab kami dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim”, secara perlokutif dapat dirujukkan pada eksistensi TNI AL. Hal ini setidaknya tercermin melalui pemberitaan 11/6/2014 terkait dengan acara Debat Capres yang bertemakan Ketahanan Nasional dan Politik Luar Negeri. Pada waktu itu, Joko Widodo dan Jusuf Kalla masih “berstatus” calon presiden dan calon wakil debat capres dengan tema Ketahanan Nasional dan Politik Luar Negeri, semalam, tampak jelas capres Joko Widodo Jokowi memiliki kesadaran geogras Indonesia yang sebagian besar adalah lautan dengan segala potensi dan permasalahannya. Jokowi juga mempunyai kesadaran akan kenyataan bahwa selama ini potensi ekonomi di laut seakan disepelekan dan tidak dilirik apalagi dimanfaatkan. Hal tersebut dikarenakan visi pemimpin Indonesia selama ini lebih fokus ke kontinental, sehingga kebijakan dukungan anggaran dan politik di sektor maritim tidak terjadi. Negara Indonesia adalah negara yang geograsnya sebagian besar adalah lautan dan kekayaan alam lautan selama ini belum tereksploitasi dengan baik, bahkan banyak dicuri oleh asing, sehingga posisi kita sebagai negara maritim menjadi lemah. Di samping itu, kelemahan di bidang alat penjagaan lautan, yaitu TNI AL, akibat dari hilangnya visi bahari dari para pemimpin Indonesia selama kutipan di atas, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, sebagaimana dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di depan KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015, terlihat jelas merupakan pengejawantahan janjinya ketika Joko Widodo masih “berstatus” calon tindak tutur komisif, janjinya tersebut dipijakkan pada kesadaran etisnya bahwa NKRI adalah negara laut dan oleh karena itu sebagian ekonominya juga tergantung laut. Sebagai catatan, luas laut NKRI mencapai 5,8 kilometer persegi. Dari luas itu, 2,7 kilometer perseginya merupakan wilayah ZEE yang belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal mengandung sumber daya alam yang melimpah. Oleh karena itu, menurut Presiden Joko Widodo, pembangunan sektor kelautan menjadi niscaya dan harus diprioritaskan. Sehubungan dengan hal ini, Presiden Joko Widodo juga menegaskan akan melakukan peningkatan anggaran TNI AL. Sebagai penjaga keselamatan pelayaran dan keamanan di laut, peningkatan anggaran tersebut akan membuktikan secara eksistensial bahwa semboyan TNI AL, Jalesveva Jayamahe, di laut kita jaya, bukanlah sekadar semboyan yang kosong makna. Jarak wilayah NKRI, andai diperbandingkan dengan wilayah lain, sama dengan jarak antara Irak dan Inggris timur-barat atau antara Jerman dan Aljazair utara-selatan. Letak NKRI yang strategis, ditambah sumber daya alam yang melimpah, secara historis memang selalu menarik hati negara-negara lain untuk menguasainya. Oleh karena itu, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia, sebagaimana dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di depan KTT Asia Timur, harus selaras dengan peningkatan anggaran TNI AL. Boleh dibayangkan, bagaimana NKRI tanpa armada perang yang kuat dan tanpa memiliki keandalan pengamanan laut? Kekuatan TNI AL, sebagaimana kerap diungkapkan, bahkan masih tertinggal dari negara-negara tetangga terutama dalam hal teknologinya. Thailand, contohnya, diketahui memiliki kapal induk, sementara itu TNI AL diketahui masih mengandalkan kapal-kapal tua. Diketahui pula, kapal perang TNI AL masih terbatas pada jenis korvet kapal perang yang kelasnya di bawah fregat. Dari kebutuhan sekitar 300 kapal perang, TNI AL “baru” memiliki 130 kapal 13/11/2015; WIB. Data yang dikemukakan ini, pada saat ini mungkin sudah berubah jauh. Dari sudut fenomenologis, perubahan 220Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017ini memang harus dilakukan mengingat Presiden Joko Widodo telah menyiarkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia ke tingkat mondial, melalui forum KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November pula segera dikemukakan, peningkatan anggaran TNI AL, yang secara linear terkait dengan pengembangan infrastruktur dan koneksivitas maritim, pengembangan industri kemaritiman, dan pengembangan pariwisata maritim, berkelindan dengan harapan bangkitnya kembali kesadaran lingkungan maritim semua komponen bangsa bahwa laut harus dipandang sebagai kesatuan wilayah, sumber kehidupan, sarana utama penghubung antarpulau, dan sebagai wilayah utama penyangga pertahanan demi kedaulatan NKRI. Harapan ini harus digarisbawahi, mengingat bangsa Indonesia sedang kehilangan budaya bahari. Implikasi dari hal ini, paradigma TNI AL yang selama ini terkesan hanya sebagai pendukung pertahanan darat, seharusnya diubah menjadi “antisipasi ke depan” bertalian dengan kebutuhan pengendalian keamanan laut nasional sampai ke batas ZEE, sebagaimana semangat etis di balik semboyan Jalesveva Jayamahe. Andai musuh dapat dihalau di laut, mengapa harus terjadi perang di darat?Dengan kembalinya budaya bahari, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia akan menjadi praksis dan relevan dengan tujuan etis bangsa Indonesia dalam menemukan kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidupnya. Hal ini, secara perlokutif dapat dihubungkan dengan penegasan performatif dan konstantif Presiden Joko Widodo dalam pidatonya tersebut “Visi Indonesia sebagai poros maritim dunia adalah fokus NKRI pada abad ke-21. Indonesia akan menjadi poros maritim dunia, kekuatan yang mengarungi dua samudra, sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa.” Visi adalah sebuah harapan dan harapan tentang Indonesia sebagai poros maritim dunia bukanlah harapan tanpa makna. Fakta menunjukkan, pusat gravitasi geoekonomi dan geopolitik dunia sedang beralih dari Barat ke Asia Timur. Negara-negara Asia sedang bangkit. Momentum, saat yang tepat, atau kesempatan inilah yang sedang dimanfaatkan NKRI untuk mewujudkan harapannya. Sehubungan dengan momentum tersebut, secara losos boleh dipertanyakan jika kodrat manusia ditengarai cukup mengandung unsur perekat sosial, setelah menemukan kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidupnya, mampukah manusia di dalam suatu negara menjaga dan mengembangkan tatanan sosial yang damai, stabil, dan saling melayani kepentingan orang? Pertanyaan ini dilontarkan oleh lsuf Thomas Hobes 1588-1679 sebelum membangun teori kontrak sosial. Melalui pertanyaan itu, Hobes hendak menegaskan bahwa sebuah negara selalu berada dalam “kondisi alamiah”, yaitu kondisi “bellum omnium contra omnes” perang atas perang. Manurut Hobes, dinamika kekuasaan terutama karena nafsu hendak mencapai popularitas, yang merupakan karakter dasar manusia, akan selalu memicu benturan dan ketidakstabilan perang atas perang. Hobes kemudian mengajukan teori kontrak sosial yang terkenal itu, yaitu kontrak yang memberikan pendasaran etis pada kekuasaan dan bukan tentang pembatasan kekuasaan bandingkan Munandar, 2013.Andai kita kaitkan dengan visi Indonesia sebagai poros maritim, sebagaimana dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di Myanmar, boleh ditegaskan bahwa kontrak sosial tersebut harus dimulai melalui pernyataan etis berikut ini NKRI sebagai negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan dan menjaga lautnya, karena memiliki sumber kehidupan, perdagangan, dan kekuatan laut. Dengan demikian, jika kemudian masih ada pernyataan di luar sana yang meragukan kemampuan NKRI sebagai poros maritim dunia, seraya menggarisbawahi bahwa 221Kemaritiman Indonesia Sebuah Kajian KritisISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2017NKRI belum memiliki strategi maritim dalam bentuk ocean policy, pernyataan ini secara perlokutif mengindikasikan bahwa penuturnya, selain belum mampu memahami makna kontrak politik Hobes, juga mempertegas masih kehilangan budaya bahari. Sebagai fokus NKRI abad ke-21, visi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah diejawantahkan melalui lima pilar pendukungnya, sebagaimana telah dikaji di atas. Semua komponen bangsa, sebagai anggota organisasi bernama NKRI, dengan demikian secara etis tidak mungkin menolak “ocean policy” visi Indonesia sebagai maritim dunia beserta kelima pilar pendukungnya sebagai kontrak politik. Patut disadari, pada milenium ketiga dewasa ini kerap dikatakan sebagai era Pasik. Padahal dengan usainya Perang Dunia II, negara-negara kawasan masih cenderung memperlihatkan ofensif militernya. Kenyataan ini menunjukkan, bangsa-bangsa di dunia masih kesulitan mencari kebenaran, kebaikan, dan keindahan dalam hidup berbangsa dan tersebut patut digarisbawahi, apalagi mengingat mitra pemerintah “paling dekat”, yaitu lembaga DPR, belakangan ini masih mempertahankan kondisi alamiahnya sebagai “hewan berakal” seperti dikatakan Aristoteles, terutama ketika mereka mempertontokan daya perlokutif ungkapan “bellum omnium contra omnes” sebagai status quo. SIMPULANVisi Indonesia sebagai poros maritim dunia, beserta kelima pilar pendukungnya, merupakan harapan dan sekaligus wujud “ocean policy” dalam hal mengembalikan kejayaan NKRI sebagai negara maritim, sebagaimana secara historis pernah dialami bangsa Nusantara pada masa keemasan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Visi Indonesia sebagai poros maritim dunia dipidatokan oleh Presiden Joko Widodo di muka forum KTT Asia Timur, di Nay Pyi Taw, Myanmar, pada 13 November 2015. Visi ini, selain hendak mengubah paradigma bangsa sebagai bangsa agraris menjadi bangsa maritim yang berwawasan mondial, juga hendak menumbuhkan kembali budaya bahari, sehubungan dengan penciptaan pemerataan dan pertumbuhan pembangunan. Oleh Presiden Joko Widodo, padatonya ini diungkapkan secara performatif dan konstantif dengan menggarisbawahi jenis tindak tutur verdiktif, komisif, ilokutif, dan tujuan hendak menyejahterakan bangsa, “ocean policy” berupa visi tersebut harus didukung secara etis dan akademis oleh semua komponen bangsa yang merasa menjadi bagian dari organisasi bernama NKRI. Ya, Jalesveva PUSTAKABaggini, Julian. 2013. Making Sense, Filsafat di Balik Headline Berita. Penerjemah Nurul Qamariyah. Jakarta 2014. “Maritim sebagai Bagian dari Diplomasi”. 11/6/2014; 2015. “Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”. 13/11/2015; Muh. 2015. “Transportation System and Human Need in a Family”. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik 02 03 2017. “Maritim Masih Butuh Terobosan Pelarangan Penggunaan Cantang Ditunda”. Kompas, 5/5/2017; 2017. “Kapal Keruk Asal China Ditangkap”. Kompas, 6/7/2017; h. 2017. “Pemerintah Naikkan Tarif Penyeberangan”, Kompas, 6/11/2017; 222Wahyu Wibowo ISSN 2355-4721Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik - Vol. 04 No. 02, Juli 2014. “Jokowi Ingin Kembalikan Kejayaan Sriwijaya Lewat Program Maritim”. 14/08/2014; Aris. 2013. “Peran Negara dalam Penguatan Program Pemberdayaan Masyarakat”. Jurnal Politik dan Masalah Pembangunan 04 01 Budi Tulus Irpan Harsono Sitorus, & Subandi. 2016. “Peningkatan Jaringan Transportasi di Provinsi Kalimantan Timur dalam Mendukung Aksesbilitas Wilayah”. Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik 03 01 2015. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta Kanisius. Thiroux, Jacques. 2012. Ethics Theory & Practice. London Collier Macmillan Wahyu. 2011. “Pemantapan Prinsip Filsafat Bahasa Biasa sebagai Upaya Pemutakhiran Metode Analisis Pesan Komunikasi”. Jurnal Kajian Linguistik dan Sastra 23 1 8-18. ... Presiden Joko Widodo menyatakan dengan tegas pada 13 November 2015 dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar bahwa visi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mengubah wacana bangsa selama ini sebagai bangsa agraris demi langkah baru untuk menjadikan Indonesia negara maju seperti yang dirasakan terdahulu oleh bangsa ini melalui Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang mengalami masa kejayaan melalui pen-dekatan maritim Wibowo, 2017. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk menyelesaikan segala macam masalah yang meliputi wilayah maritim untuk menjalankan visi kita sebagai poros maritim dunia. ... Surya Gentha AkmalPerikanan berkelanjutan bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan dan kesehatan ekosistem dengan cara menjaga sistem ekologi, sosial ekonomi, dan biologi. keberlanjutan sumberdaya perikanan dapat terus dijaga secara baik dengan merancang dan mengimplementasikan batasan serta rambu-rambu yang jelas terhadap eksploitasi sumberdaya perikanan dalam suatu wilayah. oleh karena itu, diperlukan pendekatan perikanan yang menyodorkan relung tata kelola yang sesuai dengan ciri-ciri Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia WPP-RI. Tidak menutup kemungkinan bila di masa depan sumberdaya maritim Indonesia akan menjadi kiblat ekonomi serta sebagai penyedia kebutuhan primer di bidang pangan. Agar dapat mencapai semua itu, tentu diperlukan pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan.... Kajian tentang kemaritiman sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti yang membahas tentang potensi, sumber daya, dan peran Indonesia sebagai negara maritim Ismail, et. al., 2019;Janawi, 2018;Wibowo, 2017. Penelitian yang mengangkat budaya masyarakat pesisir dan kearifan lokal kemaritiman dilakukan oleh Darmoko 2019 1 bentuk-bentuk simbol-simbol berupa penanda dan petanda yang menggambarkan budaya kemaritiman pada syair lagu dan 2 Budaya kemaritiman masyarakat Indonesia dalam syair lagu. ...Daroe IswatiningsihFauzan FauzanSyair lagu merupakan rangkaian dan tatanan kata indah yang diberi notasi dan dilagukan. Syair lagu memuat simbol-simbol pesan yang hendak disampaikan pencipta kepada pendengarnya. Simbol dalam syair lagu tidak mudah dimengerti dan perlu penafsiran. Pencipta lagu menggunakan simbol verbal pada syair lagu guna mewakili segala hal terkait dengan maksud, harapan, perasaan serta kondisi yang terjadi di lingkungan fisik serta menerjemahkan kehidupan di dunia yang diketahuinya. Untuk memahami sistem tanda yang menggambarkan budaya kemaritiman dalam syair lagu digunakan pendekatan semiotik. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, mengkaji bahasa berupa tanda atau simbol dalam syair lagu kemaritiman. Teknik pengumpulan data dengan mendokumentasikan lagu di Museum Musik Indonesia MMI di Malang serta eksplorasi di internet. Data berupa aspek kebahasaan yang mengandung sistem tanda budaya kemaritiman dari 14 lagu. Tujuan penelitian mendeskripsikan bentuk penanda dan petanda budaya kemaritiman pada syair lagu dan aspek budaya kemaritiman masyarakat Indonesia. Hasil penelitian ditemukan penanda dan petanda yang menunjukkan budaya kemaritiman pada syair lagu kemaritiman serta empat aspek sistem budaya masyarakat maritim meliputi, sistem mata pencaharian hidup, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem pengetahuan, dan sistem keorganisasian sosial. Lagu-lagu kemaritiman Indonesia merepresentasikan budaya kemaritiman masyarakat pesisir melalui simbol tanda yang ada. Untuk itu, lagu merupakan rekaman budaya masyarakat di masanya. Song verse is a series and arrangement of beautiful words that are noted and performed. The song verse contains symbols of the message that the creator wants to convey to his listener. The symbols in the verse of the song are not easy to understand and need interpretation. The songwriter uses verbal symbols in the song's verse to represent everything related to the intentions, expectations, feelings and conditions that occur in the physical environment and translate life in the world he knows. To understand the sign system that describes maritime culture in song verse, a semiotic approach is used. This research is qualitative descriptive, studying the language in the form of signs or symbols in maritime song verse. Data collection techniques by documenting songs at the Indonesian Music Museum MMI in Malang as well as exploration on the internet. Data in the form of language aspects that contain a maritime cultural sign system of 14 songs. The purpose of the study describes the form of markers and signs of maritime culture in song verses and aspects of maritime culture of Indonesian society. The results of the study found markers and signs that show maritime culture in maritime song verses as well as four aspects of the maritime community cultural system including, livelihood system, living equipment system and technology, knowledge system, and social organization system. Indonesian maritime songs represent the maritime culture of coastal communities through the symbol of existing signs. For this reason, the song is a recording of the culture of the people of his time.... Luasnya wilayah laut ini menjadikan transportasi laut sangat penting dalam mobilitas barang dan orang Jusna & Nempung, 2016. Indonesia yang memiliki visi sebagai poros maritim dunia merupakan harapan dan sekaligus wujud "ocean policy" sebagai upaya mengembalikan kejayaan sebagai negara maritim Ismail & Kartika, 2019;Wibowo, 2017. Kondisi laut Indonesia perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai salah satu modal dasar pembangunan nasional. ...Jasruddin JasruddinZulfikar PutraSyarif ButuniThe purpose of this study was to determine the responsibility of the harbormaster in shipping. This study used an empirical juridical approach. The responsibility of the class II Kendari Harbormaster was very important because of security and safety for matters related to shipping. The harbormaster in his duties had to ensure the awareness of sea transportation service users and had the authority to impose sanctions.... Presiden Joko Widodo menyatakan dengan tegas pada 13 November 2015 dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar bahwa visi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mengubah wacana bangsa selama ini sebagai bangsa agraris demi langkah baru untuk menjadikan Indonesia negara maju seperti yang dirasakan terdahulu oleh bangsa ini melalui Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang mengalami masa kejayaan melalui pen-dekatan maritim Wibowo, 2017. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk menyelesaikan segala macam masalah yang meliputi wilayah maritim untuk menjalankan visi kita sebagai poros maritim dunia. ... Dwi AtminarsoAlih fungsi lahan pesisir menjadi penyebab utama degradasi ekosistem pesisir dan laut secara global dan juga menyebabkan hilangnya fungsi dan jasa ekosistem pesisir. Ekosistem pesisir terdiri dari mangrove, terumbu karang serta padang lamun memiliki peran penting sebagai tempat pemijahan, naungan, penyediaan makanan bagi organisme laut serta pelindung daratan dari abrasi. Habitat ini sangat produktif dan sangat rentan dengan tekanan antropogenik. Beberapa langkah aktif yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem pesisir adalah monitoring rutin ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun, mengurangi limbah dari darat, terumbu karang buatan, perluasan kawasan konservasi perairan dan pemantauan keberhasilan restorasi dan evaluasi.... Presiden Joko Widodo menyatakan dengan tegas pada 13 November 2015 dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar bahwa visi Indonesia sebagai poros maritim dunia telah mengubah wacana bangsa selama ini sebagai bangsa agraris demi langkah baru untuk menjadikan Indonesia negara maju seperti yang dirasakan terdahulu oleh bangsa ini melalui Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang mengalami masa kejayaan melalui pen-dekatan maritim Wibowo, 2017. Oleh karena itu, penting sekali bagi kita sebagai bangsa Indonesia untuk menyelesaikan segala macam masalah yang meliputi wilayah maritim untuk menjalankan visi kita sebagai poros maritim dunia. ... Dwi AtminarsoPemberantasan Illegal, Unregulated dan Unreported IUU fishing telah menjadi tantangan global yang telah menghambat pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan maupun keamanan masyarakat. Pemberantasan sulit tercapai karena beberapa hal utama antara lain keterbatasan sumberdaya manusia dan pendanaan, perubahan arah politik, maupun faktor luasnya lautan sehingga sulit untuk melakukan pengawasan. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah penguatan sistem pengawasan melalui peningkatan armada pengawasan serta kolaborasi dengan masyarakat pulau terluar, peningkatan kapasitas pelabuhan pencatatan tangkapan, mendorong riset kajian stok ke daerah-daerah dan tidak terpusat, peningkatan catatan hasil tangkapn di perairan daratan, peningkatan kapasitas nelayan sekaligus sosialisasi penangkapan yang berkelanjutan.... Each aspect is broken down into sub-aspects and learning materials that are expected to generate awareness, interest, and foster student competence as a basis for working and developing this sector. There are still many problems faced in utilizing this sector, especially in terms of making a source of economic growth Wibowo, 2017. Latifah and Larasati stated that one of the obstacles faced was the lack of supporting facilities for the management and utilization of marine resources. ...Umi SalamahTransportasi darat, udara, maupun laut memegang peranan penting sebagai sarana untuk distribusi dan pemerataan logistik ke seluruh negeri. Tulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis fakta di lapangan mengenai efektivitas kebijakan pemerintah membuat program tol laut dalam upaya untuk menyejahterakan rakyat Indonesia dengan menurunkan disparitas harga antara wilayah Indonesia barat dan Indonesia timur. Tujuan penelitian ini dalah untuk memberikan gambaran solusi ideal untuk mengatasi kendala implementasi tol laut. Penelitian dilakukan dengan kualitatif dengan mengkaji literatur yang berhubungan dengan operasional tol laut. Menurut data yang bersumber dari buku, jurnal, dan artikel, tulisan ini menghasilkan sebuah analisis bahwa 1. operasi tol laut belum sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan, yakni pelayaran yang rutin dan terjadwal, 2. program tol laut belum sepenuhnya efektif dalam menurunkan disparitas harga karena salah sasaran dalam pemberian subsidi, 3. tidak adanya angkut balik dari wilayah Indonesia Timur sehingga kapal yang berlayar dari timur sering kunci tol laut, pembangunan ekonomi, disparitas harga Tri MulyonoTujuan utama penulisan buku ini adalah sebagai buku ajar bagi mahasiswa di Diploma 3 Manajemen Pelabuhan, Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Selain itu dapat dijadikan tambahan rujukan atau referensi tambahan untuk memperlajari tentang pelabuhan di level pendidikan lainnya. Harapan lainnya dapat menjadikan buku ini sebagai pendamping pelaksanaan pekerjaannya baik para praktisi. Penguasaan akan konsep teoritis pengetahuan tertentu untuk mata kuliah Pelabuhan harapannya dapat dimilik setelah membaca buku ini secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah secara prosedural sesuai regulasi yang berlaku. Penguasaan pengetahuan atau Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Courses Learning Outcome adalah sebagai berikut a. Mampu menjelaskan perkembangan, komponen infrastruktur dan hirarki pelabuhan; b. Mampu memahami dan menunjukan komponen Infrastruktur Pelabuhan c. Mampu memahami dan menunjukan konsep Perencanaan Pelabuhan d. Mampu memahami dan menunjukan Kolam Pelabuhan dan Tambatan e. Mampu melakukan analisis Kebutuhan Pergerakan Kapal f. Mampu menjelaskan dan dapat menyelesaikan soal tentang, gelombang dan pasang surut g. Menjelaskan perencanaan kawasan pelabuhan, proses pantai, erosi dan sedimentasi serta perlindungan pantai dan pelabuhan 1 prinsip dan jenis bangunan Muh KadarismanDepok City as the main supporting area for the capital of the Republic of Indonesia, Jakarta, is facing various problems of transportation mode. Some policies have been made to overcome the problems of transportation, especially traffic jam. Although the system is well developed, it will not succeed as long as it is not sufficiently improved. The aim of this research is to analyze the transportation system and human being’s needs in a family in Depok City. The method of research used here is descriptive-qualitative. The results of research show that to achieve sustainable and environmentally sound development in Depok City, transportation system has an important and strategic position. However, efficient, competitive, cheap transportation services have not been well developed so that it has potential to destruct the environment and cause traffic jam. Such a condition shows the 'trade-off' the Government of Depok City should face. The enhancement of mobility through providing road infrastructures has supported the economic growth and human being’s needs in a Sense, Filsafat di Balik Headline Berita. Penerjemah Nurul QamariyahJulian BagginiBaggini, Julian. 2013. Making Sense, Filsafat di Balik Headline Berita. Penerjemah Nurul Qamariyah. Jakarta sebagai Bagian dari DiplomasiCom 2014. "Maritim sebagai Bagian dari Diplomasi". 11/6/2014; sebagai Poros Maritim 2015. "Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia". 13/11/2015; Masih Butuh Terobosan Pelarangan Penggunaan Cantang DitundaKompasKompas. 2017. "Maritim Masih Butuh Terobosan Pelarangan Penggunaan Cantang Ditunda". Kompas,Pemerintah Naikkan Tarif PenyeberanganKompasKompas. 2017. "Kapal Keruk Asal China Ditangkap". Kompas, 6/7/2017; h. 17. Kompas. 2017. "Pemerintah Naikkan Tarif Penyeberangan", Kompas, 6/11/2017; Keruk Asal China DitangkapKompasKompas. 2017. "Kapal Keruk Asal China Ditangkap". Kompas, 6/7/2017; h. 17.
Bahkansejak berabad - abad lalu, lautan Indonesia dan selat-selatnya merupakan alur transportasi internasional yang ramai, menghubungkan antara Benua Asia, pantai Barat Amerika dan Benua Eropa. Lautan Indonesia merupakan wilayah Marine Mega - Biodiversity terbesar di dunia, memiliki 8.500 species ikan, 555 species rumput laut dan 950 species
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Penyajian penulisan dengan mengonstruksi masa lalu dan bertumpu pada data, fakta-fakta yang didapat dari penelitian sejarah disebut Historiografi, Historiografi Maritim merupakan kajian menarik, Indonesia dikenal sebagai negara agraris namun sebelum dikenal sebagai negara agraris Indonesia menyandang negara maritim, karena ini penulis ingin mengulas dari dua buku yang sama-sama berfokus pada dunia maritim di Nusantara, kedua buku memiliki isi pembahasan yang berbeda, sehingga penulis ingin membandingkan kedua isi buku yang berjudul Sejarah dan Dunia Maritim Indonesia dan Sejarah Maritim Indonesia Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII.Pembahasan Buku "Sejarah dan Dunia Maritim Indonesia" Buku "Sejarah dan Dunia Maritim Indonesia" diterbitkan tahun 2018 oleh Loka Aksara, buku ini disajikan 152 halaman memuat sepuluh pembahasan, bagian pendahuluan mengenai arti maritim dan kemaritiman, maritim mengindikasikan penggunaan laut untuk kepentingan ekonomi, kemaritiman secara termonologi yaitu cakupan wilayah yang merupakan daerah subur, daerah itu terdapat kegiatan pariwisata, lalu lintas, pelayaran, dan jasa-jasa kelautan. Bab I membahas awal kedatangan nenek moyang melalui laut, berbagai ras menuju Nusantara, gelombang perpindahan penduduk dibagi menjadi beberapa gelombang, gelombang pertama diidentifikasi orang Paleomelanesoid, gelombang kedua berasal dari ras Negrito, selanjutnya pendatang dari daratan Indochina, Cina Selatan dikenal dengan Provinsi Yunnan, rumpun Mongoloid dibedakan menjadi 2 kelompok utama yaitu Proto Melayu dan Deutro Melayu, berlanjut pada sejarah maritim Indonesia yang ditandai adanya bukti-bukti arkeologi seperti prasasti yang ditemukan disekitar pantai, benda prasejarah salah satunya nekara perunggu, penelitian F. Heger mengenai nekara perunggu dijadikan dasar klasifikasi jenis nekara di Asia Tenggara. Identifikasi lainnya berupa situs kapal Punjulharjo, Jawa Tengah. peneliti Prancis Prof. Pierre Y Manguin mengakui situs Punjulharjo terutuh dari yang pernah ada. Pelayaran kuno masa itu memanfaatkan cara tradisional angin dan rasi bintang sebagai penentu arah. Bab III mengenai hubungan dagang antarpulau di Indonesia, hubungan dagang terjadi karena antar pulau saling membutuhkan, System perdagangan menggunakan cara barter kemudian berkembang menggunakan system mata uang yang dibuat kerajaan-kerajaan Nusantara. Perdagangan berkembang hingga terjalin hubungan dagang internasional, Indonesia berperan sentral diperdagangan Internasional karena letaknya strategis, komoditas melimpah, dan perairannya aman. Indonesia bekerja sama dengan India dan Cina. Jalur perdagangan kuno ditempuh melalui jalur darat dan jalur laut, hingga keruntuhan konstatinopel ke Turki Ustmani menyebabkan kedatangan bangsa Barat ke Nusantara. Bab V membahas teknologi perkapalan, penggunaan perahu dalam pelayaran Nusantara sudah dibuktikan melalui berbagai penemuan barang-barang peninggalan dari berbagai situs, seperti situs bangkai perahu di seputar Laut Cina Selatan. Kemudian mengenai teknologi pembuatan perahu kuno menggunakan berbagai teknik teknik ikat, gabungan ikat dan pasak, jahit dan teknik paku. Tidak luput pembahasan mengenai ragam perahu dan kapal Nusantara, terdapat dua jenis perahu tradisional Nusantara, perahu lesung dan perahu papan. Ragam jenis perahu dan kapal ini berasal dari berbagai daerah, ada Sampan yang mirip dengan lesung berbeda dibagian badan, Soppe lebih panjang dan besar dari sampan, selanjutnya ada kapal cadik Papua, perahu Lambo atau Lambok, kapal Pajala dan Patorani, Golekan Late berasal dari Madura, Nade dari Sumatera, Kora-kora, Kapal Layar Jung, Layar Bercadik Borobudur, Layar Pinisi, Kapal Padekawang, Kapal Majapahit, Kapal Kuno Pakur dan Jomon, Perahu Lancang Kuning, Kapal Pledang, perahu Bininta, perahu Jukung Banjar dan Jukung Bali. Pada Bab ke VII buku membahas kerajaan-kerajaan maritim dan pusat perdagangan pelayaran Nusantara, ciri kerajaan maritim yaitu dipesisir pantai, kegiatan ekonomi perdagangan, perikanan, membuat kapal, terdapat pelabuhan, penduduk yang menempati berasal dari pedagang asing, warga lokal, orang laut. Kerajaan-kerajaan maritime nusantara yaitu Kerajaan Sriwijaya, Samudra Pasai, Singasari, Majapahit, Mataram Kuno, Malaka, Aceh, Demak, Banten, Cirebon, Gowa Tallo, Kesultanan Ternate dan Tidore Bab ke VIII buku membahas suku-suku pelaut Nusantara, secara historis suku laut dulunya perompak yang berperan penting pada kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Malaka dan Johor, suku laut menjaga keamanan maritim diketiga kerajaan, mengusir bajak laut, memandu pedagang ke pelabuhan kerajaan serta mempertahankan hegemoni diwilayah tersebut. Suku-suku laut di Indonesia antara lain Suku Bugis, Bajo, Makassar, Mandar, Buton, Madura, Talaud, dan Sangir. Bab ke IX berfokus era kejayaan dan kemunduran maritim Nusantara, era kejayaan dimulai diera kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Singasari dengan armada dan ekspedisi pamalayunya, puncak kejayaan maritim Nusantara saat Majapahit berhasil mempersatukan Nusantara setelah kemuduran Majapahit, Demak kekuatan baru di Jawa, diluar Jawa terdapat kerajaan Makassar dan Gowa Tallo. Era kemuduran disebabkan konflik internal kerajaan-kerajaan di Nusantara dan kedatangan bangsa barat yang mulai mendominasi perdagangan Nusantara serta berusaha mengalihkan kekuasaan lokal menjadi kekuasaannya. Bab ke X mengenai maritime Nusantara di Era Kemerdekaan, menjelaskan perjuangan Indonesia dalam mengelolah perairan, Dimasa Soekarno Indonesia mendeklarasikan Wawasan Nusantara yaitu memandang laut sebagai wilayah satu kesatuan yang seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya tidak bisa dipecahkan. Era Presiden Soeharto Indonesia berupaya mendapatkan pengakuan Internasional di Konvensi PBB tentang Hukum Laut di Montego Bay Jamaica tahun 1982 UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 mengakui hak-hak Indonesia atas kawasan dan kekayaan alam diluar perairan wilayah Indonesia. Pemerintahan Habibie, Indonesia kembali mendeklarasikan visi pembangunan dalam Deklarasi Bunaken, Pemerintahan Abdurrahman Wahid dengan komitmen Pembangunan Kelautan dan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan juga dikembangkannya Dewan Maritim Indonesia kemudian menjadi Dewan Kelautan Indonesia. selanjutnya di Era Reformasi dalam PJPN 2005-2025. Pembahasan buku "Sejarah Maritim Indonesia Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII" Buku Sejarah Maritim Indonesia Menelusuri Jiwa Bahari Bangsa Indonesia dalam Proses Integrasi Bangsa Sejak Jaman Prasejarah hingga Abad XVII diterbitkan pada tahun 2003, bab pertama buku mengenai perlu adanya rekonstruksi penulisan sejarah maritim Indonesia hal ini didasari munculnya berbagai konflik persatuan dan kesatuan bangsa, berawal dari kegelisahan ini penulis buku mencari perspektif baru dengan menjaga persatuan dan kesatuan antar wilayah. Pada Bab II menjelaskan kedatangan nenek moyang bangsa Indonesia, dimulai dari pembentukan dunia dari perspektif geologi yaitu dibagi menjadi 4 zaman, zaman Arckaeikum, Paleozoikum, Mesozoikum dan Neozoikum. Nenek moyang bangsa Indonesia diidentifikasi terdapat dua ras utama yaitu ras Autromelanesoid dan Mongoloid, hal ini diketahui berkat penemuan pertama manusia purba Pithecanthropus Erectus oleh E. Dubois di daerah Trinil tahun 1890. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
PotensiMaritim Indonesia Harus Dikelola dengan Kearifan Lokal!. LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI Rabu, 02 September 2015, 02:18 WIB
Mengenai dunia kemaritiman di Indonesia, berikut adalah sejarah singkatnyaPada kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945 wilayah Indonesia hanya berupa wilayah Hindia Belanda yang ditambahkan dengan Timor, Papua, Malaka, Borneo Utara, dan juga kepulauan di sekelilingnya yang sesuai dengan perjanjian BPUPKI 11 Juli 1945. Selain itu, wilayah laut Indonesia ini hanya selebar 3 mil dari garis pantai sehingga kapal yang berasal dari negara lain bisa secara bebas melintasi laut yang berada di antara pulau-pulau di Indonesia. Hal ini membuat Indonesia khawatir akan adanya ancaman terhadap kedaulatan wilayah dari Indonesia karena mudahnya kapal asing untuk dari itu, dibuatlah Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 yang menyatakan bahwa setiap laut yang berada di antara pulau-pulau di Indonesia juga termasuk dalam wilayah Indonesia sehingga kapal asing tidak bisa sembarangan masuk. Hal ini tentu tidak disetujui oleh negara-negara yang sering melintasi laut tersebut, seperti Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Inggris, dll. Namun, ada juga beberapa negara seperti Filipina, Yugoslavia, dan Ekuador yang menyetujui pernyataan pada tahun 1982 permintaan pada Deklarasi Juanda disetujui pada konvensi hukum laut PBB. Melalui hal ini, luas dari wilayah laut Indonesia yang tadinya hanya seluas 1 juta km² menjadi 5,8 juta km². Melalui konvensi ini, PBB juga menetapkan bahwa Indonesia adalah negara adalah negara yang sangat luas dan juga diapit oleh dua samudera, yaitu samudera Hindia dan samudera Pasifik. Hal ini tentu membuat Indonesia memiliki potensi dalam bidang kemaritiman yang sangat luar biasa karena luasnya wilayah laut yang ada di Indonesia. Selain itu, berdasarkan United Nations Conventions on the Law of the Sea UNCLOS yang terjadi pada 1982, PBB juga mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan dan sebagai negara maritim lebih lanjutMateri tentang potensi ekonomi kelautan di tentang pengertian ekonomi tentang pengertian dari negara jawabanKelas 8Mapel IPSBab 1 - Keunggulan Lokasi dan Kehidupan Masyarakat IndonesiaKode
pasalnya sejak masa kolonial belanda abad ke -18, masyarakat indonesia mulai dibatasi untuk berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti bugis-makassar, sriwijaya, tarumanegara, dan peletak dasar kemaritiman ammana gappa di sulawesi
JawabanSejarah Maritim IndonesiaKetika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, wilayah Indonesia hanya sebatas wilayah Hindia Belanda ditambah dengan Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor, dan kepulauan sekelilingnya berdasarkan sidang BPUPKI 11 Juli 1945. Wilayah laut Hindia Belanda yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia hanya hanya selebar 3 mil dari garis pantai. Bayangkan bahwa Laut Jawa, Selat Makassar, Laut Sulawesi, Laut Banda, Laut Arafura, statusnya merupakan perairan internasional. Pada masa ini, wilayah Republik Indonesia mengacu pada Ordonasi Hindia Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeen en Maritiemw Kringen Ordonantie TZMKO 1939. Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau awal kemerdekaan Indonesia, dirasakan bahwa hukum laut yang berlaku saat itu dapat mengancam keamanan dan kedaulatan NKRI. Hal ini dikarenakan wilayah kepulauan Indonesia terpecah-pecah oleh perairan yang statusnya perairan internasional, dan kapal asing bebas berlayar di area DjuandaMenanggapi situasi tersebut, pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri Indonesia, Ir. Djuanda Kartawijaya, mendeklarasikan “Deklarasi Djuanda”. Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan Archipelagic State, sehingga perairan antar pulau di kawasan Republik Indonesia pun merupakan wilayah Republik ini menuai pro dan kontra dari berbagai negara di dunia. Beberapa negara yang kontra antara lain Amerika Serikat, Ingris, Australia, Belanda, Perancis, dan Selandia Baru. Sedangkan yang pro antara lain Filipina, Equador, dan 1982Amerika Serikat tetap mempertahankan posisinya yang kontra dan menolak Deklarasi Djuanda hingga tahun 1982. Setelah Indonesia melalui perjuangan panjang, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda akhirnya dapat diterima dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982. Pada pertemuan itu juga, konsepsi Wawasan Nusantara akhirnya diakui dunia sebagai The Archipelagic Nation UNCLOS 1982, luas laut Indonesia bertambah, dari semula kurang dari 1 juta km2 menjadi 5,8 juta km2. Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS, untuk mempertegas aturan dari PBB yang menyatakan Indonesia merupakan negara kepulauan.
Jokowitelah mendeklarasikan sejak awal masa jabatannya secara internasional mengenai agenda kemaritiman ini. Hal ini dilakukan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) pada 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar. Pada kesempatan tersebut, presiden menegaskan terkait agenda
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari belasan ribu pulau bisa juga disebut sebagai negara kepulauan atau Archipelagic State. Kata Archipelago sering diartikan sebagai “Kepulauan” yang sebenarnya ada perbedaan pengertian secara fundamental antara kepulauan dan archipelago. Kata kepulauan sendiri berarti kumpulan pulau-pulau, sedangkan istilah Archipelago berasal dari bahasa latin, yaitu Archipelagus yang terdiri dari dua kata yaitu Archi yang berarti laut dan pelagus yang berarti utama sehingga arti sesungguhnya adalah Laut Utama. Sebagai negara bahari Indonesia tidak hanya memiliki satu laut utama, namun tiga yang dimana pada abad XIV dan XV merupakan zona komersial di Asia Tenggara yaitu Laut Banda, Laut Jawa dan Laut Flores[1],dimana ketiganya merupakan zona perairan paling menjanjikan. Sejak Zaman Awal Kerajaan di Indonesia, kehidupan kelautan di Indonesia sudah sangan fundamental. Karena daerah Indonesia yang merupakan daerah kepulauan yang membutuhkan lautan untuk mengakses daerah antar daerah. Armada laut yang dimiliki oleh Kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak pun tak bisa dipandang sebelah mata, sebagai kerajaan maritim, mereka sangat berperan dalam perdagangan yang mencakup daerah Indonesia, bahkan mancanegara dan sangat disegani yang tertera dalam catatan para pedagang dan utusan dari China ataupun dari Arab. Sejarah maritim memiliki korelasi yang relatif banyak dengan sejarah nusantara. Sebab wilayah nusantara berkembang dari sektor kemaritiman. Mayoritas kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim menunjukkan bahwa kehidupan leluhur kita amat tergantung pada sektor bahari. Baik dalam hal pelayaran antar pulau, pemanfaatan sumber daya alam laut, hingga perdagangan melalui jalur laut dengan pedagang dari daerah lain maupun pedagang dari maca negara. Peran Perairan Indonesia Indonesia merupakan daerah yang sangat strategis, dimana Indonesia merupakan negara kepulauan yang menghubungkan dua benua yaitu Asia dan Australia. Laut Banda, Jawa dan Flores pada abad XIV dan XV merupakan zona komersial di Asia Tenggara. Kawasan Laut Jawa sendiri terbentuk karena perdagangan rempah-rempah, kayu gaharu, beras, dan sebagainya antara barat dan timur yang melibatkan Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Sumatera, dan Nusa tenggara.[2] Oleh Karena itu kawasan Laut Jawa terintegrasi oleh jaringan pelayaran dan perdagangan sebelum datangnya bangsa Barat. Menurut Houben, Laut Jawa bukan hanya sebagai laut utama bagi Indonesia, tetapi juga merupakan laut inti bagi Asia Tenggara.[3] Peranan kawasan Laut Jawa dan jaringan Laut Jawa masih bisa dilihat sampai saat ini.[4] Jadi bisa dikatakan bahwa Laut Jawa merupakan Mediterranean Sea bagi Indonesia, bahkan bagi Asia Tenggara. Sebagai “Laut Tengah”-nya Indonesia dan bahkan Asia Tenggara, Laut Jawa menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai komunitas yang berada disekitarnya baik dalam kegiatan budaya, politik, maupun ekonomi. Dengan dekimian Laut Jawa tentu memiliki fungsi yang mengintegrasikan berbagai elemen kehidupan masyarakat yang melingkunginya. Dalam konteks itu bisa dipahami jika sejak awal abad masehi bangsa Indonesia sudah terlibat secara aktif dalam pelayaran dan perdagangan internasional antara dunia Barat Eropa dengan dinia Timur Cina yang melewati selat Malaka. Dalam hal ini bangsa Indonesia bukan menjadi objekaktivitas perdagangan itu, tetapi telah mampu menjadi subjek yang menentukan. Suatu hal yang bukan kebetulan jika berbagai daerah di Nusantara memproduksi berbagai komoditi dagang yang khas agar bisa ambil bagian aktif dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan itu. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit Selat Malaka sebagai pintu gerbang pelayaran dan perdagangan dunia dapat dikuasai oleh bangsa Indonesia.[5]Pada jaman kerajaan Islam, jalur perdagangan antar pulau di Indonesia antara Sumatera-Jawa, Jawa-Kalimantan, Jawa-Maluku, Jawa-Sulawesi,Sulawesi-Maluku, Sulawesi-Nusa Tenggara dan sebagainya menjadi bagian yang inheren dalam konteks perdagangan internasional. Bahkan Indonesia sempat menjadi tujuan utama perdagangan internasional, bukan negeri ini lebih berkembang ketika orang Eropa mulai datang ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah. Indonesia mampu menjadi daya tarik tersendiri bagi pedagang dari penjuru dunia. Sebagai konsekuensi logis, jalur perdagangan dunia menuju Indonesia berubah Route tradisional melalui selat Malaka menjadi route alternatif karena ada route baru yaitu dengan mengelilingi benua Afrika,kemudian menyeberangi Samudera Hindia, langsung menuju Indonesia. BangsaSpanyol juga berusaha mencapai Indonesia dengan menyeberangi Atlantik dan Pasifik.[6]Dari sekian banyak route pelayaran dan perdagangan di perairan Nusantara, route pelayaran dan perdagangan yang melintasi Laut Jawa merupakan route yang paling ramai. Ini mudah dipahami karena Laut Jawa beradadi tengah kepulauan Indonesia. Laut Jawa hanya memiliki ombak yang relatif kecil dibandingkan dengan laut lain yang ada di Indonesia dan sekitarnya, sebutsaja Laut Cina Selatan, Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Arafuru, LautBanda, dan sebagainya. Dengan demikian Laut Jawa sangat cocok untukpelayaran dan perdagangan. Laut Jawa juga memiliki kedudukan yang strategis dalam jalur lalu-lintas perdagangan dunia yang ramai antaram Malaka – Jawa -Maluku. Dalam konteks itu Laut Jawa berfungsi sebagai jembatan penghubung pusat dagang di sepanjang pantai yang berkembang karena pelayaran dan perdagangan melalui Laut Jawa. Kota perdagangan yang berkembang antara lain Banten, Batavia, Cirebon,Semarang, Demak, Rembang, Tuban, Pasuruan, Gresik, Surabaya, Probolinggo, Panarukan, Pamekasan, Buleleng, Lampung, Palembang, Banjarmasin, Pontianak, Sampit, Sambas, Makasar, Sumba, Kupang, Larantuka, dan sebagainya. Pelayaran dan perdagangan Laut Jawa juga mencakup kota di kawasan lain seperti Belawan Deli, Tanjung Pinang Riau, Malaka, Singapura, Ternate,Ambon, dan kawasan Indonesia Timur lainnya. Singkat kata, dalam sejarah Indonesia, pelayaran dan perdagangan Laut Jawa mencakup pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara. Ini berarti Laut Jawa merupakan inti atau core dari aktivitas pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Jadi, berbicara tentang pelayaran dan perdagangan di Nusantara, berarti bicara tentang peranan yang dimainkan oleh laut konteks ini Laut Jawa berperan sebagai jembatan dan katalisator jaringan pelayaran dan perdagangan di seluruh Nusantara, jangkauannya mencakup pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusatenggara, bahkan kepulauan Maluku, Irian dan pulau kecil lainnya. bersambung..[1] Lapian, “Sejarah Nusantara Sejarah Bahari”,pidato pengukuhan disampaikan padaPidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Sastra Universitas IndonesiaJakarta 1991. [2] Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast AsiaHonolulu,Hawaii University of Hawaii Press, 1985. Hlm. 20-25. [3] Houben, Maier and W. van der Molen, Looking in Odd Mirrors The JavaSeaLeiden Vakgroep Talen en Culturen van Zuidoost-Asië en Oceanië Leiden Universiteit,1992, viii. Kajian Asia Tenggara sebagi suatu entitas bisa dilihat padaA. Reid,Southeast Asia in theAge of Commerce 1450-1680. Vol. I The Lands below the windsNew Haven 1988;Vol. II Expansion andCrisisNew Haven 1993. [4]Hans-Dieter Evers, “Traditional trading networks of Southeast Asia”, dalamArchipel351988. Karya yang sama bisa juga dilihat pada Hans-Dieter Evers, “Traditional tradingnetworks of Southeast Asia” [Working Paper No. 67]Bieleveld University of Bielevel, 1985.Hlm. 5-6. [5]Lihat misalnya H. Blink, “De Pacific in haar economisch-geographische opkomst entegenwoordige beteekenis”, inTijdschrijt voor Economische Geography,13 Oktober 1922. hlm. 325-330. [6]Lihat D. MacIntyre, Sea Power in the Pacific A History from the Sixteenth Century to the Present DayLondon Baker, 1972. hlm. 1-48. Lihat Humaniora Selengkapnya
Pada2010 total publikasi internasional Indonesia 1.925 artikel, jauh tertinggal dibanding Singapura (13.419 artikel), Thailand (13.109 artikel), Malaysia (8.822 artikel), bahkan Pakistan (6.843).Masih untung jumlah publikasi ilmiah internasional kita masih unggul sedikit di atas Vietnam (1.854 artikel) dan Bangladesh (1.760 artikel),negara
Sejarah kemaritiman Indonesia terdiri dari tiga kata yang masing-masing memilikj arti tersendiri,, yaitu sejarah, kemaritiman, dan Indonesia. Sejarah atau history dalam Bahasa Inggris merupakan sebuah kata yang sering muncul dalam berbagai bentuk. Presiden Soekarno dalam sebuah pidatonya mengeluarkan pernyataan yang sampai sekarang masih sering kita dengar, yaitu JAS MERAH yang merupakan akronim dari “jangan pernah sekali-kali melupakan sejarah”. Hal ini berarti sejarah merupakan sesuatu yang penting, karena tidak boleh dilupakan. Sejarah merupakan kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu. Makna dibalik peristiwa atau kejadian itulah yang kemudian dipelajari oleh sejarawan, dengan tujuan agar kita bisa belajar dari sejarah. Dengan demikian sejarah itu mengandung pengetahuan tentang suatu peristiwa yang pernah terjadi, hal itulah yang menjadi objek para sejarawan. Jika kita merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia Online, arti kata sejarah adalah “1 asal-usul keturunan silsilah; 2 kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pd masa lampau; riwayat; tambo cerita -; 3 pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yg benar-benar terjadi dl masa lampau; ilmu sejarah”.Sedangkan kemaritiman memiliki kata dasar maritim ya atrti kata maritim dalam KBBI 2011879 adalah 1 segala sesuatu yang berkenaan dengan laut dan 2 berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Selanjutnya, kemaritiman bermakna hal-hal yang menyangkut masalah maritim atau sifat kepulauan Indonesia. Istilah maritim sering disinonimkan dengan kata bahari yang bermakna 1 dahulu kala; kuna, 2 indah; elok sekali, dan 3 mengenai laut; bahari KBBI 2011115. Dengan demikian, sejarah maritim adalah studi tentang aktivitas manusia di masa lampau yang berkaitan dengan aspek-aspek kemaritiman, khususnya pelayaran dan perdagangan Poelinggomang, 20121.Oleh karena itu, maka Sejarah Kemaritiman Indonesia mengkhususkan pada studi tentang aktivitas manusia di masa lampau yang berkaitan dengan aspek-aspek kemaritiman, khususnya pelayaran dan perdagangan yang terjadi wilayah Indonesia atau lebih tepatnya Nusantara, karena di masa lalu sebelum tahun 1945 Indonesia belum menjadi negara. Mengacu pada salah satu artikel di yang ditulis oleh Y. Paonganan, dikatakan bahwa sejarah maritim di Indonesia adalah sejarah yang terlupakan. Hal ini diungkapkan karena kenyataan yang ada sekarang dimana aspek-aspek terkait kemaritiman di Indonesia mulai hilang. Padahal Sejarah mencatat bahwa kejayaan maritim bangsa Indonesia sudah lahir sebelum kemerdekaan, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah maupun sejarah. Penemuan situs prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar. Kerajaan Sriwijaya 683 M – 1030 M memiliki armada laut yang kuat, menguasai jalur perdagangan laut dan memungut cukai atas penggunaan laut. Pengaruhnya meliputi Asia Tenggara yang mana hal ini dikuatkan oleh catatan sejarah bahwa terdapat hubungan yang erat dengan Kerajaan Campa yang terletak di antara Camboja dan lanjut, Y Paonganan dalam artikel tersebut, memaparkan bahwa banyak bukti lainnya yang memperkuat eksistensi kemaritiman di nusantara. Kerajaan Mataram kuno di Jawa Tengah bersama kerajaan lainnya seperti Kerajaan Tarumanegara telah membangun Candi Borobudur yang pada relief dindingnya dapat terlihat gambar perahu layar dengan tiang-tiang layar yang kokoh dan telah menggunakan layar segi empat yang lebar. Kejayaan Kerajaan Singosari di bawah kepemimpinan Raja Kertanegara telah memiliki armada kapal dagang yang mampu mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lintas Kerajaan Singosari dipandang sebagai ancaman bagi Kerajaan Tiongkok dimana saat itu berkuasa Kaisar Khu Bilai Khan. Keinginan untuk menaklukkan Kerajaan Singosari dilakukan Khu Bilai Khan dengan mengirim kekuatan armadanya hingga mendarat di Pulau Jawa. Disaat Kertanegara harus berhadapan dengan kekuatan armada Khu Bilai Khan, Raden Wijaya memanfaatkan momentum ini untuk membelot melawan Kertanegara dan mendirikan Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit 1293 M – 1478 M selanjutnya berkembang menjadi kerajaan maritim besar yang memiliki pengaruh dan kekuasaan yang luas meliputi wilayah Nusantara. Dengan kekuatan armada lautnya, Patih Gajah Mada mampu berperang untuk memperluas wilayah kekuasaan, sekaligus menanamkan pengaruh, melaksanakan hubungan dagang dan interaksi budaya. Bukti-bukti sejarah ini tidak bisa dielakkan bahwa kejayaan bahari Bangsa Indonesia sudah bertumbuh sejak yang disayangkan oleh Y. Paonganan yang juga dituliskan dalam artikel itu adalah keberadaan berbagai dokumen tentang kejayaan maritim Bangsa Indonesia pada masa lalu, kini dalam perjalanannya kemudian mengalami keredupan. Setidaknya ada dua sebab terjadinya hal ini, yaitu praktek kebaharian kolonial Belanda pada masa lalu; dan kebijakan pembangunan bahari pada masa rezim Orde Baru. Pada masa kolonial Belanda, atau sekitar abad ke -18, masyarakat Indonesia dibatasi berhubungan dengan laut, misalnya larangan berdagang selain dengan pihak Belanda, padahal sebelumnya telah muncul beberapa kerajaan maritim nusantara, seperti Bugis-Makassar, Sriwijaya, Tarumanegara, dan peletak dasar kebaharian Ammana Gappa di Sulawesi Selatan. Akibatnya budaya maritim bangsa Indonesia memasuki masa ini kemudian berlanjut dengan minimnya keberpihakan rezim Orde Baru untuk membangun kembali Indonesia sebagai bangsa bahari. Akibatnya, dalam era kebangkitan Asia Pasifik, pelayaran nasional kita kalah bersaing dengan pelayaran asing akibat kurangnya investasi. Pada era kolonialisme terjadi pengikisan semangat maritim Bangsa Indonesia yang dilakukan oleh kolonial dengan menggenjot masyarakat Indonesia untuk melakukan aktivitas agraris untuk kepentingan kolonial dalam perdagangan rempah-rempah ke Eropa. Mengembalikan semangat bahari itu tidak mudah, diperlukan upaya yang serius dari semua elemen dunia arkeologi Indonesia pun, hal tersebut dapat dilihat dengan kurangnya keberpihakan pemerintah dalam menangani potensi situs-situs arkeologi maritim yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Kondisi inilah yang menjadi tantangan bagi para penggiat dunia kemaritiman di Indonesia. Diperlukan perjuangan dan kerja keras untuk mewujudkan kembali kejayaan dunia maritim Indonesia, sebagaimana falsafah TNI Angkatan Laut yaitu Jalas veva jaya mahe, yang berarti di Laut kita Jaya. . Oleh karena itu, perubahan orientasi pembangunan nasional Indonesia ke arah pendekatan bahari merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak. Wilayah laut harus dapat dikelola secara profesional dan proporsional serta senantiasa diarahkan pada kepentingan asasi bangsa Indonesia di laut. Beberapa fungsi laut yang harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan berbasis maritim adalah; laut sebagai media pemersatu bangsa, media perhubungan, media sumberdaya, media pertahanan dan keamanan sebagai negara kepulauan serta media untuk membangun pengaruh ke seluruh lain sisi, Perjalanan panjang sejarah maritim Indonesia pada dasarnya hampir sama tua-nya dengan perkembangan peradaban suku anak bangsa di Nusantara. Hal itu, telah memperkaya hasanah bahasa dan mewarnai budaya bangsa Indonesia. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa perkembangan peradaban suku bangsa maritim di Nusantara itu tidak terlepas dari berkembang masuknya suku bangsa lain ke Nusantara dengan membawa berbagai corak dan warna budaya daerahnya data sejarah, aspek kemaritiman yang terekam di masa lalu memperlihatkan adanya kontak budaya dimana ada dua negeri yang pernah datang ke dua wilayah di nusantara, yaitu bangsa India dan Cina pada eksodus pertama tahun 264 hingga 195 SM. Pendatang asing ini umumnya telah memiliki berbagai tingkat keterampilan dibidang kelautan, pertukangan, pertanian, serta memiliki seni budaya yang jauh lebih tinggi dari penduduk pribumi. Negeri yang pertama dikunjunginya adalah Phalimbham di Provinsi Banten dan Lu-Shingshe di Provinsi Bengkulu. Dua negeri ini sama-sama banyak menghasilkan emas pertama kali yang ditemukan oleh bangsa pendatang di merujuk berbagai teori sosiologi – antropologi – arkeologi telah mengajarkan kepada kita bahwa, “Peradaban manusia itu selalu berawal dari kehidupan sekelompok manusia dipesisir pantai atau sungai. Selanjutnya berkembang menjadi komunitas masyarakat yang semula homogen, berubah menjadi heterogen. Dalam suatu masyarakat pergaulan yang lebih besar berbentuk bangsa Nasional dan selanjutnya berkembang menjadi antara bangsa-bangsa Internasional”. Kedatangan bangsa-bangsa asing ini, juga tidak terlepas dari berbagai kepentingan-kepentingan. Secara geologi dan geografis negeri-negeri di Nusantara ini telah dikunjungi oleh bangsa-bangsa asing. Secara umum ada tiga bentuk alasan untuk itu. Pertama, mencari tambang emas. Kedua, perpindahan penduduk Exsodus akibat bencana alam. Baik vulkanis maupun tektonis, akibat terjangkitnya wabah penyakit, dan perang. Ketiga, meningkatnya hubungan perdagangan. Dalam pelayaran yang dilakukan oleh bangsa-bangsa lain, mereka selalu membuat sebauh catatan tentang pelayaran yang dilakukan oleh mereka seperti halnya Peta kita dilihat dari peta yang ada, tampak dengan jelas bahwa rute pelayaran melintasi Selat Sunda telah lama dilakukan oleh pelaut-pelaut India, Arab Asia dan Afrika yang akan menuju ke negeri Cina. Mereka biasanya singgah dulu di Phalimbham dan Pulau Panaitan serta Kota Perak yang berada di Provinsi Banten sekarang, sebelum meneruskan perjalanan pelayarannya ke negeri yang hendak ditujunya. Rute Laut merupakan salah satu rute perjalanan menuju Cina, disamping melalui darat. Para Pedagang lebih banyak memilih rute laut dari pada darat karena pertimbangan keamanan. Selain itu, rute darat menuju Cina biayanya lebih mahal dan barang yang dibawapun sangat terbatas jika dibandingkan melalui yang sama juga terjadi di Selat Malaka, dimana sejak dulu diketahu, kalau rute ini tidak aman Karena prompak atau bajak laut Thailand, Malayu dan bajak laut Cina di Nan Yang atau Nan Hai Lintas Selat Sunda kelihatannya lebih aman, karena rute ini banyak dilayari kapal layar pedagang-pedagang dari berbagai negara yang hendak menuju Phalimbham dan Tarumanagara. Kata Phalimbham atau Phalembhang di Sumatera Bagian Selatan, sering digunakan secara rancu oleh para peneliti atau penulis sejarah. Phalimbham yang berada di Provinsi Banten ini merupakan negeri yang pertama disinggahi oleh nenek moyang dinasti Tarumanagara, sedangkan Phalimbham atau Phalimbhang di merupakan sejarah dari maritim Indonesia pada abad dulu. Dilihat dari sejarah tersebut apakah negara Indonesia masih menyandang predikat seabagai negara Maritim yang telah dikenal oleh orang luar pada masa sebelum Masehi. Saat ini, Maritim Indonesia Indonesia masih sangat kurang diperhatikan oleh pemerintah, padahal Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki pulau kurang lebih dari buah pulaunya sangat berpotensi sekali dalam kemaritiman antar pulau.
rn7w8J. 7zkz1209e1.pages.dev/887zkz1209e1.pages.dev/337zkz1209e1.pages.dev/3827zkz1209e1.pages.dev/757zkz1209e1.pages.dev/3937zkz1209e1.pages.dev/27zkz1209e1.pages.dev/4867zkz1209e1.pages.dev/376
kemaritiman indonesia mulai dikelola secara internasional sejak zaman